Jumat, 30 Juli 2010

TIPS MENJADI PRIBADI YANG TEGAR

1. Gunakan jaringan dukungan yang anda miliki.

2. Orang yang bahagia dan tegar tidak harus menghadapi segala sesuatunya sendirian, namun mereka cenderung memohon pertolongan.

3. Kapan pun dan dimana pun, jika mungkin manfaatkan humor dan tawa unuk melihat sesuatu dari sisi yang berbeda aga tetap dalam sikap positif.

4. Dengan upaya, belajarlah dari pengalaman, tapi jangan berkutat pada masa lalu terutama pada hal  - hal yang tidak bisa di ubah.

5. Terapakan strategis berpikir yang berguna dan lakukan apa saja yang anda bisa bepengharapan dan optimis akan masa depan.

6. Jangan  terlalu larut dalam duka, tapi tetaplah berimbang dalam memandang masalah.

7. Rawatlah kesehatan anda dan pastikan anda cukup tidur dan istirahat.

8. Terima kenyataan bahwa dunia memang tidak sempurna dan terimalah adanya perubahan.

9. Jangan keluar dai maksud, arah, dan tujuan serta mimpi - mimpi anda jangan berhenti mengupayakan pencapain tujuan anda.

10. Cobalah untuk belajar lebih banyak tentang diri anda dan fokuslah pada hal - hal positif yang anda miliki dan yang ada di dunia.

Selasa, 06 Juli 2010

hanya sekedar cerpen


Tetes – tetes Embun
Dilihat dari segi ekonomi, keluargaku termasuk keluarga yang berada. Ayahku seorang deriktur sebuah perusahaan, ibuku sibuk dengan bisnisnya sendiri, tapi ssemua kekayaan dan fasilitas yang ada tidak membuatku senang. Mereka jarang di rumah, dan tidak pernah memperhatikan bagaimana dengan keadaan diriku yang sebenarnya. Sebenarnya aku tidak menuntut banyak dari mereka, aku hanya ingin perhatian mereka. Ingin bercerita tentang teman, kuliah dan sebagainya.

Pernah hal ini aku utarahkan kepada mereka, tetapi mereka hanya tersenyum dan tak menggapinya. Waktu itu mereka lagi santai di ruang keluarga. Aku mencoba membuka percakapan, “ ayah ibu, tidakkah ayah dan ibu setiap harinya meluangkan sedikit waktu. Nana ingin sekedar ngobrol bersama ayah dan ibu”.
“Nana, tidaklah kau mengerti saying, ibu terlalu sibuk dengan bisnis ibu, jika kamu perlu sesuatu ka nada bik sumi”. Mendengar kata ibu, ayah ayah hanya menoleh dan mengangguk saja tanda mengiyakan.
“ tapi mama, nana hanya ingin sedikit waktu dari ayah dan ibu”. “ sayang, kamu sudah besar dan harus bias belajar dewasa dalam memecahkan persoalan kamu,” kata ayah seraya mematikan tv dan meminum secangkir kopi yang di sediakan oleh bik sumi.
“ya ayah, tapi semua persoalan itu tidak biasa nana pecahkan sendiri, nana juga perlu bantuan ayah dan ibu. Ayah dan ibu setiap hari sibuk dengan urusan inilah itulah, tanpa memikirkan nana sedikitpun. “ kataku serayah meraih sebuah majalah di bawah meja.
“ tapi sayang, semua itu ayah dan ibu lakukan demi kamu.” “ ya ayah, tapi nana hanya ingin perhatian ayah dan ibu”. “ sayang sekarang tidur sana, kamu besok harus kuliah dan ayah juga harus pergi ke kantor. Sudahlah ayah mau tidur dulu, selamat malam.” Kata ayah lalu berdiri dan berlalu pergi ke kamar tidur.
Sekarang tinggal aku dan ibu yang disini, aku sangat kesal dengan jawaban ayah, ibu hanya diam saja mendengar aku menggrut kesal.
“ sayang, sudahlah. ayah kamu capek, dia harus beristirahat, apa yang di katakana ayah benar. Sekarang istirahatlah. Ibu juga mau istirahat .” kata ibu sambil memanggil bik sumi untuk memberaskan cangkir kopi ayah.
Medengar jawaban ibu aku lantas berdiri dan membanting majala yang aku pegaang. Ibu sampai terkejut melihat ak. “ibu dan ayah sama saja .” teriak ku sambil berlari ke kamar tidur.
Kutelusuri koredor kampus yang sudah banyak mahasiswa menunggu kuliah umum, lima belas menit lagi masuk, denagn waktu itu bias aku gunakan untuk mengisi perut yang kosong di kantin dulu, pikirku, tapi tiba-tiba aku hampir menabrak seseorang jika aku tidak mengelak ke samping. Aku sempat terkejut melihat seseorang yang ada di depanku, ternyata dia adalah Fardi, cowok cakep yang selama ini sangat baik terhadap siapapun, tak terkecuali aku.
“Eh, kamu Far. Saya kira siapa.” Kataku seraya berdiri di sampingnya.
“ kamu maunya main tubruk orang saja, untung yang kamu tabrak aku. Entar kalau dosen kiler, giamna ayo?”jawab Ferdi bertanya membetulakn buku yang dipeggangnya.
“ Ya deh, saya mintak maaf.”
“Ah, enggak usah mintak maaf segala, udah saya maafin kok. Eh, ngomong – ngomong kamu mau kemana, Na? waktu tinggal sedikit, hari ini kan ada kuliah umum  .”
“sebenarnya saya mau kekantin, lumayan, masih ada waktu lima belas menit. Tapi gara-gara mau nabrak kamu, sekarang waktu tinggal lima menit tuk ngobrol ama kamu “. Jawabku seray duduk. Ferdi sudah terlalu baik kepada ku dia selalu membvantu dalam kesulitan – kesulitan yang ku hadapi selama ini, entah itu tentang keluargaku yang kurang memperhatiakanku, karena kesibukan ayah dan ibu terlalu banyak. Atau juga karena kuliahku. Sebenarnya aku ingin, di samping itu tercipta benih –benih sayang yang lebih, tapi aku malu nsebagai cewek untuk mengutarakannya lebih dahulu dan aku takut, kalau kebaikan ferdi terhadapku selama ini hanya sebatas teman saja. Aku tidak ingin jika ferdi mengetahui hatiku yang sebenarnya, dia akn menjauhi aku. Itu adalah yang aku takutkan  selama ini.
“ Nana, kamu dari tadi kok ngelamun aja sih. Apa kamu ngelamun cowok kamu yang di rumah.”Tanya ferdi yang penuh selidik.
“Ya….Far. pikiranku kamu ngeres saja, saya lagi mikirin UAS yang sebentar lagi nih….”sambungku, seraya menoleh kearah taman.
“seandainya kau tahu, ayng ku pikirkan dari tadi adalah kamu. “bisikku dalam hati.
“Nana, barus di bilangin, kok ngelamun lagi. Tuh dosenya udah datang, kamu mau masuk tidak?” kata Fardi seraya berdiri dan masuk ke dalam ruangan . Aku hanya mengikuti dari belakang.
Kali ini aku tidak biasa mengikuti kuliah dengan kosentrasi pikiranku masih terbayang oleh Ferdi.
Malam ini baru pukul tujuh, tapi aku malas untuk keluar. Aku mencobah meraih sebuah majalah yang ada di meja, tiba – tiba bik sumi memanggilku dan mengetuk pinyu beberapa kali.
“Non Nana ada telepon.”
“Dari siapa, Bik .”tanyaku sambil membetulkan rambutku yang acak-acakan.
“Dari Fardi, katanya.”
Aku terkejut mendengar kata itu.untuk apa dia telepon. Aku membuka pinyu dan turun ke ruang tamu, lalu ku angkat gagang telepon  dengan agak bergetar.
“Hallo, siapa ya? “tanyaku pura – pura tidak tau
“Ini Fardi, situ nana ya?
“Ee, kamu Far, kirain siapa ada apa Far?”
“Ngga ada apa- apa Cuma kangen aja. Kamu lagi nunggu telepon dari doi ya.
Kok dengeranya gimana gitu . apa aku tidak mengaggu?” cercos Fardi. Fardi memang suka mengoda dan lagi ramah kepada siapa saja, kepadaku sangat berlebihan. Tapi entahlah, mungkun itu hanya perasaanku saja. Aku tak ingin mintak berlebihan yang nantinya membuat ku kecewa. Aku harus membuang perasaan itu jauh – jauh sebelum Fardi mengetahuinya, dan takut akan meninggalkan aku.
“Hallo Nana apa udah kamu tutup. Kok diam .” Tanya Fardi
“Habis, kamu nggodain aku terus sih”
“Habis aku kangen berat sama kamu” kata – kata Fardi semakin membuat aku bergetar hebat, sampai – sampai aku berkeringatan.
“Fardi jangan godain gitu terus “
“Oh ya, Na tadi aku sempet ketemu windi. Dia titip pesan suruh bawain catatan yang kemarin kuliah umum itu. Katanya dia nggak tempat nyatat.
Kuliah jam  kedua kali ini sempat membuat ku bosan. Aku berkali – kali melirik arloji. Aku sempat mengerutu kesal juga, kenapa jam kuliah kali ini lama sekali habisnya. Sambil mencoret – coret di kertas aku menuliskan sebuah nama itu selesai kutulis, waktu yang ku tunggu – tunggu datang juga. Aku segera mengemasi  buku – buku. Aku sudah tidak sabar lagi untuk beretemu dengan Fardi. Aku lantas keluar menuju ke kantin. Sesampainya di kantin ternyata Fardi sudah ada di sana, sedang becakap – cakap dengan seseorang.
Sebenarnya aku sempat kecewa meliht fardi, taoi aku cepat tersadar, fardi bukan apa apaku. Ia hanya sebatas teman saja, yang diajak bebicara juga teman fardi, jadi peduli amat dengan aku. Melihat aku datang fardi langsung menyuruh aku duduk di sampingnya.
“Eh, kamu Na, sudah keluar. Duduk di sini, Na.
“Ya “ jawabku singkat. Cewek yang di ajak fardi bicara menoleh kearahku dan tersentum. Sambil berlalu dia mengatakan “Ah, jadi kamu nunggu cewek ini.  Aku sekarang. Tapi enggak apa kok. Cakep juga pilihan kamu, Far” kata cewek itu sambil berlalu.
Mendengar kata – kata cewek tadi, mukaku seperti di tamper di muka umum. Aku ingin meninggalkan Fardi, tapi dia cepat mencegahku.
“Nana, sudahlah. Aku minta maaf, mungkin kamu tidak suka dengan perkataan cewek tadi. Dia sahabatku juga” kata Fardi menghibur.
“Nana, kau masih marah dengan perkataan cewek tadi?”
“Ah, tidak. Aku tidak marah “ jawabku singkat.
“Nana, sebenarnya aku ingin mengajak kamu”
“kemana, Far”?”tanyaku sambil mengangkat bahu.
“Kamu tidak ingat, atau pura – pura tidak tahu, ha?”
“Apa?”
“Apa? Kau masih Tanya pula. Besok kan ulang tahunb windi, apa kau masih lupa.”
Aku mencoba mengingat – ingat , “baiklah besok kau jemput aku jam 7, tepat.”kataku sambil minum es jeruk yang tinggal sedikit.
“Oke, besok kamu harus siap jam 7 tepat di rumah. Sang pangeran akan jemput tuan putri di rumah” kata Fardi menggoda. Aku hanya tersenyum saja mendengar.
Sore ini aku sibuk memilih baju – baju untuk aku kenakan nanti malam, aku membuka lemari pakaianku lebar – lebar, kupandangi satu persatu mana yang kiranya cocok untuk kenakan nanti malam ke rumah windi bersama Fardi. Tiba – tiba bik sumi mengetuk pintu mengagetkan aku.
“Ada apa, bik?”
“Ini non, es jeruk pesanan nona”. Aku baru sadar bahwa aku tadi pesan es jeruk kepda bik sumi.
“Masuk, bik. Tidak di kunci kok.”
“Lalu ngapain, non . kok pintu lemarinya di buka semuaNon. “Tanya bibi.
“Bibik tahu enggak, Nana sekarang lagi binggung nih, mau pakai baju yang mana yang cocok untuk pergi ke pestanya windi.”
“Aduh, Non. Ini baju begini banyaknya, masih bingung. Apalagi kalau engak punya baju.”
“Ah, bibi. Dimintain pendapat, malah bertanya.” Gumamku
“Non, sepertinya ada tamu. Bibi lihat dulu ya. Non?”
“Ya, Bi kalau temen nana, tolong katakan suruh nunggu.”
“Ya, Non”  kata bibik seraya berlalu meninggalkan kamarku.
Aku melirik arloji, ternyata sudah hamper jam 7. mungkin yang datang itu Fardi, tebakku. Aku langsung cepat – cepat beganti pakaian, aku tidak mau Fardi menungguku terlalu lama, untung saja aku tadi sudah berdandan dan tinggal memakai pakaian saja. Sayup – sayup kudengar pembicaraan bik sumi dengan Fardi.
“Nana ada, bik?” Tanya Fardi.
“Ada mari, silahkan masuk.” Kata bibi.
“Ya, bik terima kasih.”
“Mau minumapa, den.”
“Nggak usah bik, merepotkan. Sebentar lagi berangkat kok”
“Hai, non Nana sangat cantik sekali memakai mgaun itu. Sungguh luar biasa.” Kata bibi memuji. Aku hanya tersenyum saja dan keluar menemui Ferdi yang menungguju.
“Nana, kaukah itu. Aku hamper tidak mengenalli mu lagi, kau sungguh cantik sekali malam ini.” Puji Fardi sambil terheran – heran.
“jadi kau kira aku ini siapa?”
Lalu aku pamit sama bik sumi dan pesan kalau ibu Tanya aku ke rumah windi.

”Hai Fardi, Nana. Kenapa terlambat. Untung belum di mulai, kami semua menunggu kedatangan kalian”. Sambut windi. Aku menyerahkan kado kepada windi sebelum aku bergabung dengan teman – teman yang lain.
Akhirnya acarapun di mulai. Ayah windi yang memberi sambutan pertama kal, lalu di lanjutkan acara memotong kue tart.
Setelah acara potong “kue” selesai fardi mengajak aku duduk di kursi pojok. Ada apa pikirku.
“Nana, seandainya aku jujur. Apa engkau marah, Nana?”
“Fardi, kenapa aku harus marah. Kalau toh tidak salah mengapa marah?” jawabku. Sebenernya, aku sempat deg-degan juga dengar perkataan Fardi. Apa yang akan dibicarakan denganku.
“Nana, aku ingin jujur terhadapku. Benarkah kau menyayangi aku, Nana ?”
Pekataan Fardi sangat mengejutkan  aku, sampai- sampai gelas yang ada di tangan aku terjatuh.”Oh, Tuhan. Apa yang aku jawab.aku mangambil gelas dan meletakkannya di meja yang ad adi sebelahku. Rupanya Fardi juga kaget melihat aku terkejut atas pertanyaannya.
“Maafkan aku, Nana. Mungkin kata-kataku membuat kau marah terhadapku. Aku hanya diam saja sambil melihat anak – anak lainnya, yang sibuk denagn acara pesta, aku mesti menjawab apa, tapi ku putuskan untuk yidak bilang ya aku malu.
“Fardi, kamu jangan bicara seperti itu. Selama ini, kamu telah bersikap baik terhadapku. Jadi aku tak mungkin minta lebih dari kamu.”
“Tidak, Nana. Kau tidak minta lebih, kau hanya mungkin malu kepadaku untuk mengatakan semua itu kepadaku.”
Tidak,  Fardi. Kau salah paham terhadapku, sebenarnya aku telah mempunyai seorang cowok.”kataku seraya menunduk. Aku tak ingin fardi tahu isi hatiku sebenarnya. Mendengar kata – kataku, Fardi terkejut sekali, dia tidak menyangka aku menjawabnya demikian. Dia tertunduk lesu sambil berkata, “Nana, benarkah apa yang kau ucapkan. Aku ingin medengarkanya sekali lagi.”
Kata – kata Fardi semakin membuatku tidak bias membuatnya, kurasakan butiran – butiran air mata pelan – pelan membasai pipiku.
Aku tersadar dan cepat – cepat mengusapnya adengan sapu tangan yang sejak tadi aku remas – remas. Tapi di buku diary, aku memang menulisnya. Seingatku aku letakkan di laci belajar dan tak pernah di bawah kemana – mana.
“Nana kau sebenarnya tidak tau perasaanku yang sebenarnya terhadapmu. Sebenarnya aku sangat mencintaimu, tapi aku taku. Karena aku pernah di kecewakan dan juga aku takut jika kamu mengetahui perasaanku yang sebenarnya.
Maka kau akan meninggalakan aku, makanya aku tidak pernah mengatakanya kepadamu.
Tapi sekarang aku sudah tau jawabanya, jadi aku tak berharap lagi terhadapmu. Sebelumnya membaca buku diary itu aku hampir saja tak bias membendung perasaanku, aku ingin sekali bicara sama kamu, tapi di hati ini masih ada rasa takut, setelah membaca buku ini untuk mengatakannya kepadamu, kamu sekarang ku harap memaafkan ucapanku tadi, anggap saja perkataanku tadi sebagai angin saja. “ kata Fardi kecewa.
Mendengar penjelasan Fardi, aku semakin tak sanggup menahan air mataku, hampir saja Fardi meninggalkan aku karena kalau tidak kutarik tangannya untuk duduk lagi.
“Fardi, aku minta maaf sama kamu sebenarnya nyang kau baca di buku diary itu benar adanya”. Jawabku serayak menunduk, aku tidak bias membalas tatapan Fardi yang begitu tajam padaku dan mendengar jawabanku tadi Fardi bukan main terkejutnya.
“Jadi perkataanmu tadi apakah…”
Sebelum Fardi nsempat meneruskan kata – katanya, aku langsung menyanggah.
“Ya Fardi, memang aku berbohong kepadamu, aku malu untuk mengatakanya, tapi karena kau sudah pernah membaca buku diary-ku maka sekarang aku terus terang kepadamu, sebenarnya aku tidak mempunyai seorang cowok, da aku memang sangat mencintai kamu, tapi sekarang aku ingin bertanya kepadamu, darimana kau dapatkan buku diary itu?”
Mendengar penjelasan tadi tadi bukan main gembiranya Fardi.
“Nana, benarkah apa yang kau katakana barusan. Tidakah kau membohongi aku.”
“Fardi, aku sangat mencintai kamu”.
“Nah begitu, aku sekarang jadi lega.”
Windi tersenyum
“Terima kasih win, atas pertolongan kamu.” Kata Fardi seraya menjabat tangan windi. Windi tersenyum dan mengangguk.
“Kamu jahat sekali windi” kataku seraya memukul pundaknya.
“Tapi berhasilkan, kalau tidak begitu kamu pasti tidak berjalan bersama Fardi. Kalau fardi sama cewek lain apa kamu nggak nyesal nantinya?”
Mendengar kata windi kami semua tersenyum. Malam ini benar – benar kurasakan tetes – tetes embun.yang membasahi hatiku, yang selama ini aku nantikan dabn tidak pernah aku dapatkan dari keluarga, aku berharap kalau benih – benih yang timbul ini akan goyah dengan adanya persoalan yang timbul di antara kami nanti. Tanpa kusadari air mataku menetes membasahi pipiku.
“Kau menangis Nana?” Tanya Fardi.
“Ya, aku menangis karena sangat bahagia sekali”. Akhirnya aku dan Fradi menikmati malam yang bahagia ini bersama teman – teman.